Kamis, 20 Juni 2019

Mendorong Kampus Terlibat dalam Mengurangi Prevalensi Perokok




Jujur saja, bisa dibilang aku salah satu orang yang menentang perokok aktif dan merasa gak nyaman kalau berdekatan sama orang yang lagi ngerokok, maka itu aku tuh suka kesel sama perokok aktif dengan wajah "TANPA DOSA" merokok di area umum seperti di bis, kantor, rumah makan, bahkan di lingkungan kampus.


Pernah beberapa hari yang lalu aku mengunjungi salah satu rumah makan, mereka menjual makanan dengan terbuka dan disitu banyak yang merokok, gak kebayangkan suasana saat itu, asap mengepul, abu rokok mungkin jatuh di makanan, sementara pengunjung lainnya malah asyik makan bersama keluarga bahkan anak kecil, melihat pemandangan seperti itu aku tuh langsung ngacir pergi tanpa permisi lagi, soalnya gak mungkin juga aku menyapa satu persatu pengunjung buat gak merokok.

Pernah banget ngingetin bapak-bapak yang lagi ngerokok, dia duduk sama anaknya yang masih kecil, mengenai bahaya perokok pasif apalagi anak-anak, bukannya disambut ramah, padahal aku tuh ngomongnya super ramah, tapi yang ada galakan si bapak dari aku. Tak hanya bapak-bapak aja yang menjadi perokok aktif, saat ini banyak remaja yang masih mengenakan seragam putih biru pun mulai aktif merokok, padahal bisa dibilang rokok itu benar-benar jahat, walaupun harga rokok mahal, tapi remaja tersebut itu masih merokok, kalau dikalikan sehari, sebulan dan setahun bisa dapet motor hikks.


Seperti data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukan jumlah perokok diatas usia 15 tahun sebanyak 33,8 persen. Ini jelas memperhatikan apalagi kalau Indonesia masih mau mencapai Generasi Emas pada 2045 nanti. Apa jadinya kalau semua pada sakit karena dampak negatif dari rokok?

Berangkat dari keprihatinan tersebut, Pengurus Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) pertengahan tahun lalu mendeklarasikan penerapan pola sehat dan kampus tanpa rokok dalam konferensi Indonesia tentang Tembakau atau Kesehatan (ICTOH) ke-5 di Surabaya.

Tapi jauh sebelum deklarasi ini, Universitas Indonesia sudah menerapkan kebjakan kawasan tanpa rokok sejak keluarnya keputusan Rekor UI tahun 2011. Pada tahun 2005-2006 gagasan mengenai ini sudah dibuat, tetapi baru keluar pada tahun 2011. Keputusan rektor tentang kawasan tanpa rokok ini, tentu  bisa mendukung kampus yang  sehat, baik sehat orang maupun sehat lingkungan. Selain untuk meminimkan angka perokok, cara ini juga diambil sebagai langkah mencegah perokok pemula, bagaimanapun bahaya perokok aktif dengan perokok pasif hampir berimbang. Hal ini juga bertujuan untuk meciptakan lulusan yang sehat, biar nanti waktu tes kerja hasil tes kesehatannya bagus, dan bisa menjadi lulusan yang berkompeten.    

Merokok menanggulanginya harus luas, bukan hanya sekedar diterapkan sebuah aturan dan memasang rambu-rambu, tapi juga perlunya edukasi yang konsisten. Dengan mendukung adanya  program ini, pihak kampus tidak menerima sponsor, beasiswa, atau bentuk kerja sama yang terkait dengan insudtri rokok, hal ini bertujuan untuk mencegah masuknya hubungan industri rokok dengan kampus. Untuk mempertegas, penerima beasiswa tidak diperbolehkan untuk mahasiswa perokok. Dalam menerapkan edukasi anti rokok ini disisipkan dalam setiap penyelenggaraan acara, begitu salah satunya.

Pengawasan RK Rektor, bukan hanya tingat universitas saja, tapi juga tingkat fakultas. Di setiap fakultas, diberikan penjaga-penjaga untuk memantau, mereka melakukan pengawasaan.  Jika ada mahasiswa yang melanggar tentu akan mendapat teguran dan edukasi, ketika kesalahan itu terulang lagi, tentu akan diberikan tindakan yaitu saksi. Peraturan SK Rektor ini bukan hanya berlaku warga kampus tapi juga untuk tamu atau pengunjung hingga mitra kerja. Memang terkadang masih ada beberapa mahasiswa yang curi-curi untuk ngerokok di area terpencil, tapi kalo dikantin sudah tidak ada, Bersih.

Kalangan mahasiswa, merokok merupakan hal yang lumrah, meskipun sebenarnya kurang layak jika dijadikan sebuah kebiasaan. Kebiasaan ini bisa memicu terbentuknya problematika sosial, beberapa orang yang tidak suka dengan asap rokok tentu akan merasa resah, dan mereka tentu sangat terganggu. Padahal merokok bukan tentang resiko kesehatan saja, tapi juga keselamatan, mencegah kebakaran misalnya.

Membahas tantangan, tentu ada. Dalam kebijakan ini dihadapkan tantangan internal maupun external.  Banyak asumsi yang bervariatif, bahkan kebijakan ini dianggap sebagai mengurangi hak, masalah internal dari Dosen? Tentu ada, bahkan seringkali disebut polisi.  tetapi pihak kampus tentu harus konsisten,  konsisten dalam mengedukasi, pembatasan arena merokok, sanksi dan teguran, sanksi sosisal itu sangat kuat. Ibaratnya seperti ini “Mahasiswa saja tidak merokok masa dosen merokok” tentu secara bertahap dosen akan malu dengan sendirinya. Bahkan beberapa fakultas menerapkan sistem denda, dan lagi ini bukan di khususkan untuk warga kampus saja, tetapi untuk siapa saja.  Mahasiswa saat ini sangatlah kritis.

Kebijakan ini seharusnya dijadikan sebagai acuan, kawasan tanpa rokok, Instansi melarang kerja sama dengan industri rokok, ini adalah acuan untuk perguruan tinggi lainnya. Dilarangnya Jualan atau menerima sponsor, Poinn ini sangat luar biasa. Hal ini tidak mempengaruhi atau tidak menjadi faktor menurunnya acara di kampus, Engga. di UI rutin ada event-event dan sponsor juga banyak, rokok bukan sponsor utama. Justru sposnsor dari rokok itu kecil.

Topik kali ini akan dibahas di #RuangPublikKBR serial #PutusinAja episode ke-5 bersama: Yuni Kusminanti, SKM, M. Si, Koordinator Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Indonesia, dan Dwidjo Susilo, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMII)

Siaran ini bisa juga disimak di 100 radio jaringan KBR dari Aceh sampai Papua. Di Jakarta, simak di power 89.2 FM. Teman-teman juga bisa menyimak lewat facebook page Kantor Berita Radio KBR dan KBR.ID. Yuk ah, kita sama-sama mulai menjaga lingkungan sekitar agar bebas dari asap rokok, agar geberasi muda tumbuh dengan sehat dan dapat memimpin negeri ini dengan baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar