Jujur saja, bisa dibilang aku salah satu orang yang menentang perokok aktif dan merasa gak nyaman kalau berdekatan sama orang yang lagi ngerokok, maka itu aku tuh suka kesel sama perokok aktif dengan wajah "TANPA DOSA" merokok di area umum seperti di bis, kantor, rumah makan, bahkan di lingkungan kampus.
Pernah beberapa hari yang lalu aku mengunjungi salah satu rumah makan, mereka menjual makanan dengan terbuka dan disitu banyak yang merokok, gak kebayangkan suasana saat itu, asap mengepul, abu rokok mungkin jatuh di makanan, sementara pengunjung lainnya malah asyik makan bersama keluarga bahkan anak kecil, melihat pemandangan seperti itu aku tuh langsung ngacir pergi tanpa permisi lagi, soalnya gak mungkin juga aku menyapa satu persatu pengunjung buat gak merokok.
Pernah banget ngingetin bapak-bapak yang lagi ngerokok, dia duduk sama anaknya yang masih kecil, mengenai bahaya perokok pasif apalagi anak-anak, bukannya disambut ramah, padahal aku tuh ngomongnya super ramah, tapi yang ada galakan si bapak dari aku. Tak hanya bapak-bapak aja yang menjadi perokok aktif, saat ini banyak remaja yang masih mengenakan seragam putih biru pun mulai aktif merokok, padahal bisa dibilang rokok itu benar-benar jahat, walaupun harga rokok mahal, tapi remaja tersebut itu masih merokok, kalau dikalikan sehari, sebulan dan setahun bisa dapet motor hikks.
Seperti data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukan jumlah perokok diatas usia 15 tahun sebanyak 33,8 persen. Ini jelas memperhatikan apalagi kalau Indonesia masih mau mencapai Generasi Emas pada 2045 nanti. Apa jadinya kalau semua pada sakit karena dampak negatif dari rokok?
Pernah beberapa hari yang lalu aku mengunjungi salah satu rumah makan, mereka menjual makanan dengan terbuka dan disitu banyak yang merokok, gak kebayangkan suasana saat itu, asap mengepul, abu rokok mungkin jatuh di makanan, sementara pengunjung lainnya malah asyik makan bersama keluarga bahkan anak kecil, melihat pemandangan seperti itu aku tuh langsung ngacir pergi tanpa permisi lagi, soalnya gak mungkin juga aku menyapa satu persatu pengunjung buat gak merokok.
Pernah banget ngingetin bapak-bapak yang lagi ngerokok, dia duduk sama anaknya yang masih kecil, mengenai bahaya perokok pasif apalagi anak-anak, bukannya disambut ramah, padahal aku tuh ngomongnya super ramah, tapi yang ada galakan si bapak dari aku. Tak hanya bapak-bapak aja yang menjadi perokok aktif, saat ini banyak remaja yang masih mengenakan seragam putih biru pun mulai aktif merokok, padahal bisa dibilang rokok itu benar-benar jahat, walaupun harga rokok mahal, tapi remaja tersebut itu masih merokok, kalau dikalikan sehari, sebulan dan setahun bisa dapet motor hikks.
Seperti data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukan jumlah perokok diatas usia 15 tahun sebanyak 33,8 persen. Ini jelas memperhatikan apalagi kalau Indonesia masih mau mencapai Generasi Emas pada 2045 nanti. Apa jadinya kalau semua pada sakit karena dampak negatif dari rokok?
Berangkat dari
keprihatinan tersebut, Pengurus Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan
Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) pertengahan tahun lalu mendeklarasikan penerapan
pola sehat dan kampus tanpa rokok dalam konferensi Indonesia tentang Tembakau
atau Kesehatan (ICTOH) ke-5 di Surabaya.
Tapi jauh sebelum
deklarasi ini, Universitas Indonesia sudah menerapkan kebjakan kawasan tanpa
rokok sejak keluarnya keputusan Rekor UI tahun 2011. Pada tahun 2005-2006
gagasan mengenai ini sudah dibuat, tetapi baru keluar pada tahun 2011. Keputusan
rektor tentang kawasan tanpa rokok ini, tentu bisa mendukung kampus yang sehat, baik sehat orang maupun sehat lingkungan.
Selain untuk meminimkan angka perokok, cara ini juga diambil sebagai langkah mencegah
perokok pemula, bagaimanapun bahaya perokok aktif dengan perokok pasif hampir
berimbang. Hal ini juga bertujuan untuk meciptakan lulusan yang sehat, biar
nanti waktu tes kerja hasil tes kesehatannya bagus, dan bisa menjadi lulusan
yang berkompeten.
Merokok
menanggulanginya harus luas, bukan hanya sekedar diterapkan sebuah aturan dan memasang rambu-rambu, tapi juga perlunya
edukasi yang konsisten. Dengan mendukung adanya program ini, pihak kampus tidak menerima sponsor,
beasiswa, atau bentuk kerja sama yang terkait dengan insudtri rokok, hal ini
bertujuan untuk mencegah masuknya hubungan industri rokok dengan kampus. Untuk
mempertegas, penerima beasiswa tidak diperbolehkan untuk mahasiswa perokok. Dalam
menerapkan edukasi anti rokok ini disisipkan dalam setiap penyelenggaraan
acara, begitu salah satunya.
Pengawasan RK Rektor,
bukan hanya tingat universitas saja, tapi juga tingkat fakultas. Di setiap fakultas,
diberikan penjaga-penjaga untuk memantau, mereka melakukan pengawasaan. Jika ada mahasiswa yang melanggar tentu akan
mendapat teguran dan edukasi, ketika kesalahan itu terulang lagi, tentu akan
diberikan tindakan yaitu saksi. Peraturan SK Rektor ini bukan hanya berlaku warga
kampus tapi juga untuk tamu atau pengunjung hingga mitra kerja. Memang
terkadang masih ada beberapa mahasiswa yang curi-curi untuk ngerokok di area
terpencil, tapi kalo dikantin sudah tidak ada, Bersih.
Kalangan mahasiswa, merokok
merupakan hal yang lumrah, meskipun sebenarnya kurang layak jika dijadikan
sebuah kebiasaan. Kebiasaan ini bisa memicu terbentuknya problematika sosial,
beberapa orang yang tidak suka dengan asap rokok tentu akan merasa resah, dan
mereka tentu sangat terganggu. Padahal merokok bukan tentang resiko kesehatan
saja, tapi juga keselamatan, mencegah kebakaran misalnya.
Membahas tantangan,
tentu ada. Dalam kebijakan ini dihadapkan tantangan internal maupun
external. Banyak asumsi yang
bervariatif, bahkan kebijakan ini dianggap sebagai mengurangi hak, masalah
internal dari Dosen? Tentu ada, bahkan seringkali disebut polisi. tetapi pihak kampus tentu harus konsisten, konsisten dalam mengedukasi, pembatasan arena
merokok, sanksi dan teguran, sanksi sosisal itu sangat kuat. Ibaratnya seperti
ini “Mahasiswa saja tidak merokok masa dosen merokok” tentu secara bertahap
dosen akan malu dengan sendirinya. Bahkan beberapa fakultas menerapkan sistem
denda, dan lagi ini bukan di khususkan untuk warga kampus saja, tetapi untuk
siapa saja. Mahasiswa saat ini sangatlah
kritis.
Kebijakan ini
seharusnya dijadikan sebagai acuan, kawasan tanpa rokok, Instansi melarang
kerja sama dengan industri rokok, ini adalah acuan untuk perguruan tinggi
lainnya. Dilarangnya Jualan atau menerima sponsor, Poinn ini sangat luar biasa.
Hal ini tidak mempengaruhi atau tidak menjadi faktor menurunnya acara di
kampus, Engga. di UI rutin ada event-event dan sponsor juga banyak, rokok bukan
sponsor utama. Justru sposnsor dari rokok itu kecil.
Topik kali ini akan
dibahas di #RuangPublikKBR serial #PutusinAja episode ke-5 bersama: Yuni
Kusminanti, SKM, M. Si, Koordinator Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Universitas Indonesia, dan Dwidjo Susilo, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia (IAKMII)
Siaran ini bisa juga disimak
di 100 radio jaringan KBR dari Aceh sampai Papua. Di Jakarta, simak di power
89.2 FM. Teman-teman juga bisa menyimak lewat facebook page Kantor Berita Radio KBR
dan KBR.ID. Yuk ah, kita sama-sama mulai menjaga lingkungan sekitar agar bebas dari asap rokok, agar geberasi muda tumbuh dengan sehat dan dapat memimpin negeri ini dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar