Beberapa tahun yang lalu, aku pernah singgah di desa yang terkenal dengan tariannya, nyaris anak-anak di sana pandai menari dan merias diri. Tepat di kaki Gunung Telemoyo mereka sibuk menari dan menghibur pengunjung yang singgah di situ.
Dusun Tanon, yang berada di lereng Gunung Telemoyo selain memiliki udara yang masih bersih dan sejuk juga banyak potensi yang bisa dikembangkan dari hasil peternakan, pertanian juga tarian yang menjadikan dusun Tanon dijuluki sebagai desa menari. Eeeeits, ini bukan desa menari yang horor itu ya. Tapi, memang benar-benar remaja di sini menjadikan tarian sebagai membangun impian untuk hidup yang lebih baik lagi.
Di tengah Dusun Tanon, sekelompok anak kecil berlari dengan riasan wajah yang lucu, mereka berjingkrak, dan berteriak satu sama lain menampilkan Tari Geculan Bocah yang merupakan tarian menampilkan permainan tradisional dan perang-perangan. Kemudian ada Tari Topeng Ayu yang biasanya dibawakan oleh remaja puteri.
Di antara mereka, berdiri seorang pria dengan senyum yang hangat, Trisno, atau yang biasa mereka panggil Kang Tris, yang berkontribusi memajukan desa ini.
Dulu, Tanon bukanlah desa yang ramai seperti sekarang. Sebagian besar warganya bekerja sebagai petani dan peternak. Jalanan tanahnya sepi, dan anak-anak sering menghabiskan waktu sore dengan menunggu matahari tenggelam tanpa banyak hal yang bisa dilakukan. Banyak pemuda yang bermimpi pergi ke kota, karena mereka merasa tidak ada masa depan di desa sekecil ini.
Namun segalanya berubah ketika Kang Tris kembali dari perantauan. Ia membawa ide gila menjadikan Tanon sebagai Desa Menari yakni menebar harmoni, merajut inspirasi dan menuai memori. Awalnya, orang-orang menganggapnya bercanda. Tapi lambat laun kang Tris membuktikannya, ia yakin setiap tarian dari anak-anak desa ini adalah sebuah harapan akan hidup yang lebih baik lagi.
Gerakan tarian yang dilakukan anak-anak sangat menghibur, salah satunya gerakan yang menyerupai permainan anak. Untuk yang remaja ada juga tarian topeng yang tak kalah menariknya. Semua gerakan mereka lincah dan tertata dengan apik.
Kabar tentang keberadaan desa yang menari menyebar pelan-pelan, sehingga terwujud adanya festival tarian Telemoyo yang menarik Wisatawan datang untuk melihat anak-anak desa menampilkan tarian rakyat dengan semangat yang luar biasa.
Seiring waktu berjalan Dusun Tanon yang terletak di desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang ini terus berkembang dengan membangun sanggar tari sederhana, tak hanya menawarkan paket wisata alam saja, tapi juga paket seni dan wisata juga outbound.
Kang Tris sering berkata, “Tari bukan sekadar gerak tubuh. Ia adalah cara kita bersyukur, cara kita bercerita pada dunia bahwa desa ini punya kehidupan yang indah.”
Namun perubahan besar tak mungkin berdiri di atas semangat saja. Di tengah perjalanan, datang dukungan dari Astra International melalui program Kampung Berseri Astra (KBA). Kehadiran mereka membawa empat pilar penting yang membuat langkah Tanon semakin kokoh.
Pilar 1: Pendidikan Menumbuhkan Mimpi
Astra berusaha mewujudkan pendidikan yang berkualitas dengan membantu membangun Omah Cikal, rintisan perpustakaan di kampung Berseri Astra (KBA), merupakan sebuah rumah belajar sederhana yang kini menjadi pusat kegiatan anak-anak desa. Di tempat itu, anak-anak belajar membaca, menggambar, hingga menulis impian mereka di dinding bambu.
Omah Cikal bukan hanya tempat belajar, tapi tempat menumbuhkan keberanian bermimpi. Astra juga rutin mengirim relawan dan mengadakan pelatihan kepemimpinan bagi pelajar Tanon. Kini, anak-anak yang dulu malu berbicara di depan umum bisa memandu wisatawan dengan percaya diri.
Pilar 2: Kewirausahaan Menari Bersama Ekonomi
Dulu, warga hanya mengandalkan hasil pertanian dan perternakan saja. Tapi setelah Astra memperkenalkan pelatihan wirausaha, ibu-ibu Tanon mulai membuat sabun susu, teh pegagan, aneka minuman serbuk tradisional dan kerajinan bambu sebagai oleh-oleh wisata.
Kegiatan ini membuat warga sadar bahwa setiap tradisi bisa jadi peluang ekonomi tanpa harus meninggalkan budaya, hampir setiap keluarga memiliki usaha kecil yang terhubung dengan kegiatan wisata. Perekonomian bergerak, tapi semangat gotong royong tetap terjaga.
Pilar 3: Lingkungan Menjaga Irama Alam
Astra juga mendorong gerakan cinta lingkungan. Warga Tanon belajar memilah sampah, menanam pohon, dan menjaga kebersihan sumber air. Bahkan, mereka punya tradisi baru, sebelum latihan menari, anak-anak harus menanam satu pohon.
Pilar 4: Kesehatan Langkah yang Lebih Kuat
Pilar terakhir yang tak kalah penting adalah kesehatan. Bersama Astra, warga belajar menjaga pola makan, melakukan senam bersama, dan memerangi stunting di kalangan anak-anak. Bahkan Astra juga membangun puskesmas di desa ini.
Kehadiran Astra bukan sekadar sponsor atau sebuah pencitraan, tapi membuktikan bahwa CSR yang dijalankan secara terencana dan konsisten bisa memberikan dampak yang besar bagi masyarakat dan perusahaan itu sendiri.
Astra juga menjadi sahabat yang berjalan bersama di dusun Tanon untuk memperkuat desa dari segala aspek, terutama empat pilar penting itu.
Sekarang Desa Menari telah menemukan iramanya sendiri. Dan selama irama itu terus hidup, Desa Menari akan terus menari bukan hanya di festival, tapi di hati setiap orang yang pernah melihatnya. Jadi, kapan kamu mau singgah di desa menari ini?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar